Berita For4D – Kesulitan berbicara dan mendengar tidak menyurutkan semangat Muthia Syakira Ramla asal Kelurahan Tuah Madani, Kecamatan Tuah Madani, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau dalam mengenyam pendidikan.
Meski berkebutuhan khusus, tetapi Muthia sosok anak yang rajin belajar dan termasuk berprestasi. Gadis bertubuh tinggi ini adalah anak dari pasangan Bustami Ramzi (43) dan Nilawati (38). Ayahnya seorang guru honorer dan ibunya tenaga administrasi di rumah sakit.
Rabu (8/11/2023) sore, kami berkunjung ke rumah Muthia yang berada di sudut Kota Pekanbaru, yang berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Sore itu, Muthia sedang berada di ruang tengah sambil memainkan ponselnya. Masih memakai seragam sekolah. Muthia merupakan siswi kelas 7 Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP LB) Negeri Sri Mujinab Provinsi Riau. Sekolahnya ini terletak di Jalan Dr Soetomo Pekanbaru.
Dia anak kedua dari empat bersaudara. Kakaknya bernama Nabila Zahra (17), dan dua adiknya, Rafif Athalla Bustami (10) dan Almeera Alfathunnisa Ramla (5). Muthia dipanggil dengan panggilan Imut oleh ayah dan ibunya. Muthia kesulitan berbicara saat kami mengajaknya berkomunikasi verbal. Harus dibantu pakai bahasa tubuh agar mengerti.
Selain tidak bisa bicara, pendengarannya juga terganggu. Dengan bahasa isyarat, gadis berusia 13 tahun, ini menunjuk telinga kirinya yang hanya bisa mendengar. Sedangkan telinga kanan sama sekali tidak bisa mendengar. Dikatakan ayahnya, Bustami, Muthia mengalami disabilitas sejak lahir.
BACA JUGA : Kenang Saat PDI-P Beri Karpet Merah ke Bobby Nasution, Hasto: Orang Bisa Berubah karena Kekuasaan
“Sejak lahir dia sudah tak bisa bicara dan kurang pendengaran,” ujar Bustami.
Berobat ke mana-mana Sejak mengetahui Muthia punya masalah untuk berbicara, Bustami dan Nilawati berupaya mengobati anaknya yang malang itu. Mereka sudah membawa Muthia berobat ke mana-mana, tapi belum berhasil sembuh.
“Ke dokter sudah, obat kampung juga sudah, bahkan akupuntur juga pernah. Tapi, belum juga sembuh,” cerita Bustami.
“Alhamdulillah, rezekinya Imut ada saja buat berobat,” imbuh Nilawati.
Bahkan, Bustami mengaku pernah merogoh kocek Rp 15 juta untuk membeli alat bantu dengar. Waktu itu, umur Muthia dua tahun. Dia tidak memikirkan biaya itu demi menyembuhkan sang anak tersayang.
“Apapun sudah kami lakukan. Mungkin belum nasib,” tutur Bustami. Berprestasi Bustami bercerita, Muthia sosok anak yang berprestasi. Muthia pernah juara satu lomba mewarnai dalam rangka Hari Anak Disabilitas Internasional tingkat Kota Pekanbaru pada 2018.
Selain itu, Muthia juga pernah juara dua lompat jauh pada O2SN se Riau tahun 2022. “Dia potensi di bidang olahraga. Dia banyak hobi olahraga, bisa bola voli, bulu tangkis dan lainnya. Selain itu, dia pintar matematika,” sebut Bustami.
Meski punya kendala dalam komunikasi verbal, Muthia tidak menghindar dari anak-anak lainnya. Dia juga tidak mau menyendiri. Muthia menikmati hari-harinya dengan ceria bersama anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya maupun di sekolahnya.
“Sekarang dijalani saja. Dia sudah nyaman dengan kondisi seperti itu,” kata Bustami.
“Dia anaknya happy. Temannya banyak. Kadang teman-temannya yang datang ke rumah ajak Imut bermain,” tambahnya. Â Sementara itu, sejauh ini Bustami mengaku Muthia belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Selama ini, pengobatan Muthia ditanggung biaya pribadi. “Belum ada (bantuan dari pemerintah),” akui Bustami.
Kepala Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian Diskominfotiksan), Raja Hendra Saputra ketika dikonfirmasi mengarahkan untuk mengkonfirmasi kepada Dinas Sosial (Dinsos) Pekanbaru. “Ada program di Dinsos,” singkat Hendra melalui pesan WhatsApp, Rabu. Kepala Dinsos Pekanbaru, Idrus ketika dikonfirmasi, belum merespons.
+ There are no comments
Add yours